www.GotQuestions.org/Indonesia



Dalam iman Kristen, permasalahan apa yang benar-benar layak untuk diperdebatkan?

Jawaban:
Di antara banyak denominasi dan perbedaan pandangan iman Kristen, timbul perdebatan. Ada perbedaan pendapat mengenai pemerintahan gereja, kreasionisme (penciptaan) enam hari, cara baptisan, dan eskatologi. Ada perbedaan pendapat mengenai minuman beralkohol dalam pergaulan, karunia Roh, dan apa yang termasuk pakaian “sederhana.” Beberapa dari isu-isu ini lebih penting dibandingkan yang lain, dan baik untuk mencegah terjadinya bentrokan dan perpecahan yang tidak perlu, dengan membedakan antara apa yang patut diperdebatkan dan apa yang tidak.

Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa ada beberapa hal yang patut diperjuangkan. Kebenaran, secara definisi, artinya terlepas dari kepalsuan. Kita harus menentang guru-guru palsu dan “berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus” (Yudas 1:3). Isu-isu yang memperkenalkan “injil yang lain” – pesan keselamatan yang berbeda dari apa yang diajarkan Alkitab – harus dikecam (Galatia 1:7; 2 Korintus 11:4). Wahyu, tulisan, atau opini yang dianggap tidak benar atau setara dengan Alkitab harus ditolak karena dianggap sesat (Wahyu 22:18; Yeremia 14:14). Kita juga harus “mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus” (2 Korintus 10:5). Kita tidak mengkompromikan Firman Tuhan atau melemahkan pesan Injil. Jika ini soal keselamatan atau hidup kudus, kita harus mengambil pendirian yang teguh. Hal-hal lain mungkin ditangani secara berbeda. 1 Timotius 1:4 memerintahkan orang Kristen untuk tidak “sibuk dengan dongeng dan silsilah yang tiada putus-putusnya, yang hanya menghasilkan persoalan belaka, dan bukan tertib hidup keselamatan yang diberikan Allah dalam iman.” Jadi Alkitab memberi kita beberapa pedoman tentang apa yang patut diperdebatkan dan apa yang lebih baik dibiarkan begitu saja.

Apakah kebangkitan Kristus patut diperdebatkan? Ya. Kebangkitan adalah landasan Injil. Selama perdebatan tersebut bersifat umum dan bertujuan untuk menyajikan kebenaran Firman Tuhan, kebangkitan dapat dan harus dipertahankan. Bagaimana dengan persoalan keselamatan kekal? Ya, itu layak untuk diperdebatkan, sampai titik tertentu. Pandangan seseorang mengenai keselamatan kekal adalah penting dan berkaitan dengan pandangan seseorang mengenai keselamatan dan anugerah Tuhan. Pada saat yang sama, jika perdebatannya berubah menjadi sengit atau mengancam perpecahan saudara-saudara seiman dalam Kristus, mungkin lebih baik kita mengesampingkan perdebatan itu atas nama kasih. Apakah layak diperdebatkan jumlah malaikat yang bisa menari di atas kepala peniti? Tentu tidak.

Ingatlah bahwa ada perbedaan besar antara debat persahabatan dan perang kata-kata yang sengit. Serangan verbal, fitnah, tuduhan, dan perkataan yang menyimpang tidak mendapat tempat dalam tubuh Kristus (Kolose 3:8; 1 Petrus 2:1; Efesus 4:31). Apa yang akan dipikirkan oleh orang-orang yang tidak beriman ketika mereka melihat orang-orang Kristen saling melontarkan kata-kata kotor karena perbedaan doktrin yang kecil? Efesus 4:29 mengatakan, “Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.” Jadi dalam pembahasan kita mengenai topik ini, kita harus mengesampingkan penghinaan nama baik dan fitnah yang sayangnya menjadi ciri perdebatan umat Kristen.

2 Timotius 2:15–16 memberikan instruksi berikut: “Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan.” Kita diharapkan untuk mempelajari Firman Tuhan untuk diri kita sendiri, bukan sekedar membicarakannya atau mengambil pendapat orang lain mengenai apa yang dikatakannya. Hanya karena seorang pembicara terkenal atau populer bukan berarti ia akurat. Tuhan telah memberikan Firman-Nya kepada kita, dan Dia mengharapkan kita untuk menggunakannya. Contoh dari ketekunan rohani semacam ini terdapat dalam Kisah Para Rasul 17:10–12. Orang-orang Berea mendengar Injil yang diberitakan oleh Paulus dan Silas, dan mereka “menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian.” Mereka tidak sekadar menerima kata-kata Paulus tetapi juga membandingkan segala sesuatunya dengan Firman Tuhan. Hanya saat mereka mendapati pemberitaan Injil sesuai dengan Alkitab barulah mereka bersedia diajar olehnya.

Ketika kita yakin seseorang melakukan kesalahan doktrin, kita dapat dengan rendah hati dan penuh hormat menunjukkannya. Namun kita harus ingat bahwa orang lain yang juga menghormati Firman Tuhan mungkin akan membacanya dengan cara yang berbeda. Diskusi seperti itu sehat jika didekati dengan sikap yang benar dan semangat mau belajar. Kita belajar banyak dari masukan orang lain dan bahkan mungkin mengubah sudut pandang kita ketika disajikan dengan perspektif baru. Beberapa topik telah menantang orang percaya yang tulus sejak gereja mula-mula. Perdebatan yang penuh hormat mengenai isu-isu penting akan bermanfaat bagi semua orang yang terlibat, jika dilakukan dalam semangat Kristus tanpa ego atau agenda pribadi. Kolose 4:6 memberikan instruksi yang jelas tentang bagaimana kita hendaknya berperilaku dalam perdebatan: “Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang.”

Yesus ingin anak-anak-Nya “menjadi satu.” Doa-Nya yang penuh semangat kepada Bapa sesaat sebelum penyaliban-Nya mengungkapkan kerinduan-Nya yang mendalam terhadap kita: “Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku” (Yohanes 17:20–21).

Kita bisa “setuju untuk tidak setuju” pada isu-isu yang tidak menyangkut keselamatan atau kekudusan hidup. Tujuan akhir kita seharusnya bukan untuk membuktikan pendapat kita tetapi untuk mencontohkan kasih dan penerimaan yang Yesus tunjukkan kepada murid-murid-Nya (Yohanes 13:34-35). Tidak ada manusia yang mempunyai semua jawaban pada setiap topik. Tujuan kita seharusnya adalah untuk membenamkan diri kita dalam Firman Tuhan sehingga kita mengenali kesalahan ketika kita mendengarnya. Namun kita juga harus mempunyai tujuan untuk menangani setiap masalah yang tidak penting dengan semangat yang mau diajar sehingga kita dapat memenuhi keinginan Tuhan akan kesatuan dalam gereja-Nya (1 Yohanes 4:12). Mengutip kata-kata teolog abad ke-17 Rupertus Meldenius, “Dalam hal-hal yang mendasar, kesatuan; dalam hal-hal yang tidak mendasar, keberagaman; dalam segala sesuatu, kemurahan hati.”

© Copyright Got Questions Ministries