Pertanyaan
Mengapa saya perlu menikah?
Jawaban
Kebudayaan kita semakin melupakan makna dari pernikahan sebagaimana seharusnya. Kita sedang hidup di dunia yang berkata bahwa kita layak dapat apapun yang kita inginkan dengan cara apapun juga. Pernikahan seringkali dilihat sebagai batasan yang menghalangi kepuasan kita mendapatkan apapun yang kita inginkan kapanpun juga. Setiap pernikahan yang dinilai sebagai beban yang dirantaikan kepada kaki salah satu pasangan mengokohkan pandagan tersebut. Pernikahan hari ini sering diejek sebagai lembaga kuno yang sudah tidak lagi relevan.
Jadi, apakah sebetulnya pernikahan itu? Apakah memang telah kadaluarsa? Penting untuk dimengerti bahwa pernikahan bukanlah konsep yang dibuat manusia. Ketika Allah menciptakan manusia menurut gambarNya (Kejadian 2:7), Ia melengkapi manusia dengan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk merasa puas. Akan tetapi, Allah berfirman, "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia" (Kejadian 2:18). Jadi Allah menciptakan wanita dari bagian samping Adam dan membawanya kepada pria itu. Pernikahan pertama terjadi ketika Allah menciptakan wanita untuk melengkapi kebutuhan pria supaya, ketika dipersatukan dalam perjanjian, mereka menjadi satu dagin. Ide dari "satu daging" bermakna bahwa ada sebuah segel yang menyatukan kedua pihak seumur hidup. Ketika Yesus ditanya mengenai topik perceraian, Ia menjawab, "Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia" (Matius 19:5-6). Perhatikan dalam ayat ini bahwa Allah yang mempersatukan pria dan wanita di dalam pernikahan. Di dalam Maleakhi 2:14, Allah mengingatkan kita bahwa Ia-lah yang "menjadi saksi antara engkau dan isteri masa mudamu." Allah menganggap pernikahan sangat serius.
Pernikahan adalah lembaga pertama yang Allah ciptakan dan mendahului penetapannya melalui gereja ataupun pemerintah. Pernikahan adalah institusi sosial yang pertama. Manusia dirancang untuk berfungsi dengan baik ketika mereka terhubung dengan orang lain dalam cara yang sehat, dan kehendak Allah atas pernikahan adalah menetapkan keluarga-keluarga yang kokoh. Alkitab mengandung banyak pedoman bagi anggota keluarga dan bagaimana mereka harus memperlakukan satu sama lain sehingga kebutuhan emosional terpenuhi (Efesus 5:21-33, 6:1-4; Kolose 3:18-21; 1 Korintus 7:2-5,10-16). Allah merancang pernikahan bagi satu pria dan satu wanita seumur hidup, dan penyimpangan dari rancangan tersebut merupakan penyimpangan dari kehendakNya (Matius 19:8; Roma 1:26-27).
Satu Korintus 7:1-2 memberi alasan terbaik mengapa kita harus menikah: "Dan sekarang tentang hal-hal yang kamu tuliskan kepadaku. Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin, tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri." Allah menciptakan hubungan seks untuk dinikmati hanya di dalam batasan pernikahan. Tindakan seksual di luar batasan tersebut adalah dosa (Galatia 5:19; Kolose 3:5). Jika seseorang mempunyai hasrat seksual yang kuat, maka tentunya adalah ide yang baik untuk menikah guna menghindari nafsu dan menjauh dari imoralitas (Yakobus 1:13-15). Melakukan hubungan seksual dengan seseorang selain suami/istri Anda adalah dosa dan hanya akan berakhir pada sakit hati dan malapetaka (Amsal 6:26-29; 1 Korintus 6:18).
Akan tetapi, tidak ada perintah di dalam Firman bahwa setiap orang harus menikah. Sebaliknya, rasul Paulus lebih menyarankan untuk melajang dengan alasan orang itu mempunyai lebih banyak waktu untuk melayani Allah (1 Korintus 7:7-9,32-35). Ada beberapa orang yang tidak merasa ingin menikah, dan tentunya tidak ada masalah dengan hal itu. Orang yang bujang dapat mempunyai kehidupan yang memuaskan dan mendapat dukungan emosional dari teman, keluarga, dan kesempatan pelayanan. Akan tetapi, masyarakat sendiri sering menyamakan kebujangan dengan imoralitas seksual, dan itu tentunya salah. Rekomendasi Paulus tentang melajang didasari pengertian bahwa seseorang dapat mempersembahkan waktu dan perhatian penuhnya kepada hal-hal terkait Kristus. Keadaan bujang tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk hidup di dalam dosa seksual. Akan tetapi jika orang yang bujang dapat mengendalikan nafsunya dan hidup secara suci, maka ia tidak perlu merasa tertekan untuk menikah (1 Korintus 7:37).
English
Mengapa saya perlu menikah?